November 11, 2016

PERJALANAN PANJANG MENUJU PAPUA

Hari itu, tepatnya tanggal 16 Agustus 2015, perjalanan panjangku dimulai dari Lanal Malang, tempat ditempa sebelum diberangkatkan ke daerah terpencil. Iya, pada waktu itu aku memang bertekad untuk mengikuti program SM3T, Sarjana Mengajar di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar). Program SM3T ini adalah sebagai bentuk program pengabdian Sarjana Pendidikan untuk berpartisipasi dalam percepatan pembangunan di daerah 3T selama satu tahun.
Waktu itu, aku ikut dari LPTK Universitas Negeri Malang angkatan 5 yang berjumlah 200 peserta. Kebetulan, untuk UM angkatan 5, penempatan terbagi menjadi dua, ujung barat dan ujung timur Indonesia. It's amazing!!!
Pada malam hari sebelum pemberangkatan, pengumumanpun keluar, hati sudah merasa sangat berdegup kencang, penuh tanda tanya, dan rasa penasaran. "Dimanakah aku akan ditempatkan?", "Akankah sesuai dengan harapan?". Kala itu, pengumuman ditempel di Lapangan, akupun berlari-lari kecil melihat papan pengumuman yang telah ditempel, namun aku tak kunjung menemukan namaku. Akhirnya ada salah satu teman menghampiri dan memberi tau, "ehh dit, kamu penempatan Pegunungan Bintang, Papua. Selamat yaa". Dalam pikirku, apa papua?. Dan aku langsung bertanya kembali, "Di bagian mana pengumuman Pegunungan Bintang?". Ada diujung sana noh, coba liat", jawab temanku. Akupun tak berpikir panjang, langsung kuhampiri papan pengumuman di ujung lapangan sebelah barat. Ohh, pantas saja aku tak menemukan namaku, ternyata masih ada pengumuman yang tertempel di sini toh ternyata. Dan memang benar, namaku tertulis di sana. Akupun bernafas lega, ku baca satu per satu nama teman-teman yang berada saru penempatan. Ternyata banyak sekali dan akupun tak ada rasa khawatir sedikitpun, karena pikirku, nanti di sana juga banyak teman satu penempatan. 
Suasana lapangan waktu itu sangat ramai dan ricuh, banyak teman-teman yang berteriak, senang sedih bahagia histeris bercampur jadi satu. Selang 5 menit, kami pun disuruh untuk berkumpul sesuai tempat penempatan masing-masing karena akan ada pengarahan dari koordinator kabupaten penempatan.
Tepat pukul 20.00, akupun bertemu dengan koor pegubin, beliau menceritakan suasana di Pegunungan Bintang dan bekal apa saja yang harus dipersiapkan. Ternyata tidak banyak yang harus dipersiapkan, beliau hanya menekankan, di sana pandemik Malaria, sehingga wajib membawa sleeping bag dan harus makan yang banyak, agar terhindar dari Malaria. Untuk baju, jangan terlalu banyak, yang terpenting ada baju untuk ganti. Disana tidak ada signal dan listrik, jadi siapkan mental kalian. Ini info yang terpenting bagiku, karena memang waktu di Jawa, tidak pernah sedikitpun aku kekurangan signal dan listrik.
Setelah sesi pengumuman berakhir, kami diberikan waktu satu malam satu hari untuk mempersiapkan barang yang akan dibawa. Aku sama sekali tak mempermasalahkan barang apa saja yang akan aku bawa, karena memang aku orangnya simpel. Hanya saja, pada saat itu aku tak membawa sleeping bag, karena memang tidak tau akan ditempatkan dimana. Malam itu pun aku menghubungi adikku, agar esok hari ketika bertemu orangtua, bisa dibawakan sleeping bag. 
Keesokan harinya, aku pun bisa bertemu orangtua, aku langsung mengabari mereka bahwa aku penempatan di Papua. Raut wajah Bapak Ibuku langsung bingung dan matapun langsung berkaca-kaca. Aku tau mereka begitu khawatir, namun mereka juga tak bisa berbuat apa-apa. Memang ini yang aku mau, aku ingin mencari pengalaman mengajar di daerah 3T, yang sedikitpun tak pernah terbayangkan, bagaimana kondisi di sana. Selang 2 jam, kami berbincang-bincang, waktu menunjukkan pukul 12.00, yang artinya kami harus berpisah, karena waktu kunjung telah berakhir. Bapak dan Ibuku berpesan, jaga diri baik-baik di sana, Bapak Ibu bangga sama kamu, Nak!. Air matapun tak kuasa menetes, seketika aku tak mau meninggalkan mereka. Aku tak ingin berjauhan. Tapi Bapak meyakinkan lagi, bahwa tujuanku sangat mulia, tak perlu takut, tak usah khawatir. Tetap semangat dan selalu berdoa yang terbaik.
Singkat cerita, sehabis sholat ashar, kami langsung perjalanan menuju Bandara Juanda Surabaya, yang harusnya malam sudah sampai Bandara Sentani, ternyata pesawatnya delay, sehingga kami harus menunggu. Tepat pukul 22.15 WIB, kami baru memasuki kabin pesawat. Perjalanan menuju Papua, pesawat haru transit 2 kali, di Bandara Hasanuddin Makassar dan di Bandara Biak Papua Barat.
Dari Bandara Juanda menuju Makassar, kami menaiki pesawat Sriwijaya yang berkapasitas besar. Kami transit hampir 3 jam di Makassar, lalu dilanjutkan perjalanan menuju Papua, dengan pesawat yang berkapasitas lebih kecil untuk menuju tempat transit kedua, yakni di Bandara Biak Papua Barat. Di sana tidak terlalu lama, hanya sekedar menaikkan dan menurukan penumpang saja. Selang 30 menit, kami pun lanjut take off dan sampai di Bandara Sentani Jayapura persis pukul 06.00 WIT.
Tepat tanggal 18 Agustus 2015, aku pun menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di Papua, Surga Kecil Jatuh Ke Bumi, itulah sebutan Papua, pulau yang penuh makna. :)